8 July 2024
Kepala Ekonom BCA David Sumual (kiri), Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono, dan Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter Bank Indonesia Juli Budi Winantya

BI Nilai Ekonomi RI Masih Berdaya Tahan Ditengah Ketidakpastian Global

JAKARTA, IKNPOST – Perekonomian Indonesia, menurut Bank Indonesia (BI), masih cukup berdaya tahan di tengah peningkatan ketidakpastian global.

Di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, Minggu, Juli Budi Winantya, Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter Bank Indonesia, memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada triwulan I dan II 2024 lebih besar daripada triwulan IV 2023.

Hal ini didukung oleh permintaan yang kuat dari konsumsi rumah tangga selama Ramadhan dan Idul Fitri tahun 1445 Hijriah.

“Kita harapkan dorongannya dari permintaan domestik. Konsumsi masih kuat tapi dibandingkan historisnya memang relatif lebih rendah namun sudah mulai ada perbaikan. Sementara itu, investasi bangunan kita memperkirakan akan tumbuh lebih baik sehingga akan mendorong ekonomi ke depan,” ujar Juli Budi Winantya.

Berlanjutnya Proyek Strategis Nasional (PSN) di beberapa wilayah dan peningkatan properti swasta sebagai hasil dari insentif pemerintah mendorong investasi bangunan sendiri yang lebih besar dari perkiraan.

Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, khususnya dari sisi permintaan domestik, BI akan terus bekerja sama dengan pemerintah melalui stimulus fiskal pemerintah dan stimulus makroprudensial Bank Indonesia. Untuk tahun ini, BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi nasional berada dalam kisaran 4,7-5,5 persen.

Baca Juga : Gempa Berkekuatan 6,5 Magnitudo di Garut Tidak Berpotensi Tsunami

Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Sentral (BI) pada tengah pekan lalu, mereka mempertimbangkan perubahan cepat dalam dinamika ekonomi keuangan global, di mana risiko dan ketidakpastian meningkat sebagai akibat dari perubahan kebijakan moneter Amerika Serikat dan peningkatan ketegangan geopolitik di Timur Tengah.

Sejalan dengan pernyataan para pejabat Federal Reserve, tingginya inflasi dan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) mendorong spekulasi tentang penurunan Suku Bunga Federal Reserve (FFR) yang lebih kecil dan lebih lama dari prediksi.

Perkembangan tersebut dan peningkatan kebutuhan utang AS menyebabkan imbal hasil Treasury AS terus meningkat dan penguatan dolar AS di seluruh dunia.

Melemahnya mata uang global seperti yen Jepang dan yuan China juga mendorong dolar AS menjadi lebih kuat.

Karena eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah, ketidakpastian di pasar keuangan global semakin meningkat. Investor dari seluruh dunia beralih ke aset yang lebih aman, terutama emas dan dolar AS, yang menyebabkan pelarian modal keluar dan pelemahan nilai tukar di negara berkembang.

Ke depan, penilaian risiko bank sentral yang berkaitan dengan kecenderungan penurunan FFR dan perkembangan ketegangan geopolitik global harus tetap diperhatikan. Ini karena hal ini dapat menyebabkan ketidakpastian pasar keuangan global, peningkatan tekanan inflasi, dan penurunan kemungkinan pertumbuhan ekonomi global. Untuk mencegah dampak negatif dari rambatan ketidakpastian global tersebut terhadap perekonomian di negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia, kondisi tersebut dinilai memerlukan respons kebijakan yang kuat.

Baca Juga : AHY Tegaskan Sistem Keamanan Sertifikat Tanah Elektronik Baik

Loading

Silahkan Telusuri

Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat

Pimpinan MPR Meminta Pemerintah Mengambil Tindakan Konkret untuk Menghentikan Judi Online pada Anak

JAKARTA, IKNpost – Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat (Rerie) mendesak pemerintah untuk segera mengambil …