5 July 2024

Bamsoet Menganjurkan Masjid Untuk Mengoptimalkan Fungsinya dalam Pemberdaya Umat

JAKARTA, IKNpost – Bambang Soesatyo, Ketua MPR dan Wakil Ketua Umum Partai Golkar, berterima kasih kepada Dewan Pengurus Masjid Agung Sunda Kelapa karena telah memaksimalkan fungsinya sebagai pusat pemberdaya umat. Masjid memiliki peran strategis dalam menjalankan lima fungsi yang digambarkan dalam “lima pilar” masjid. Peran masjid sebagai pemberdaya umat akan berdampak nyata pada pembangunan peradaban masyarakat ketika lima pilar tersebut bekerja sama.

Pertama, fungsi peribadatan dengan sumber daya dan fasilitas yang memadai, terutama dalam hal menjaga kebersihan tempat ibadah. Kedua, fungsi manajemen dalam mengelola dana zakat, infak, sedekah, wakaf, serta fungsi sosial dakwah dan kemanusiaan. Ketiga, fungsi kaderisasi dan pemberdayaan masyarakat, terutama remaja dan pemuda masjid.

“Keempat, fungsi penyebaran siar dakwah Islamiyah secara kaffah, terukur, tersistem, dan proporsional. Kelima, fungsi penyedia fasilitas dan ekosistem, sehingga dapat dimanfaatkan oleh umat untuk ber-muamalah, berinteraksi, dan saling memberikan edukasi,” ujar Bamsoet, saat menghadiri Halal Bihalal Lima Pilar Masjid Agung Sunda Kelapa, di Aula Sakinah Masjid Agung Sunda Kelapa, Jakarta, Kamis (2/5).

Turut hadir Ketua Panitia Halal Bihalal Lima Pilar Masjid Agung Sunda Kelapa Lenny Bambang Soesatyo. Hadir pula jajaran pengurus Masjid Agung Sunda Kelapa, antara lain Ketua Setyanto, Pembina Fuad Bawazier, Dewan Pakar Mukhlis M Hanafi, Imam Masjid Amin Sabaruddin, Wakil Bendahara Arief Rosyid, dan Kabid Operasional Budiyono.

Ketua DPR ke-20 ini menjelaskan, berdasarkan data Sistem Informasi Masjid (SIMAS) Kementerian Agama, jumlah masjid di Indonesia per Maret 2024 sudah mencapai 299.692 unit. Besarnya jumlah masjid menggambarkan besarnya potensi dan peluang yang bisa dimanfaatkan dalam memajukan kehidupan umat. Termasuk dalam melestarikan seni budaya khazanah bangsa.

“Sebagaimana banyak terlihat, masyarakat Indonesia kerap menjadikan masjid sebagai lokasi penyelenggaraan halal bihalal di setiap momen Idul Fitri. Halal Bihalal bukan hanya ritual keagamaan, melainkan telah menjadi bagian dari seni budaya bangsa dan bahkan jati diri bangsa Indonesia,” jelas Bamsoet.

Halal bihalal sudah ada jauh sebelum Indonesia menjadi negara merdeka, kata Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI ini. “Halal Bihalal” pertama kali disebutkan dalam kamus Jawa-Belanda oleh Dr. Th. Pigeaud pada tahun 1938, yang mendefinisikan itu sebagai kunjungan dan salam permintaan maaf setelah Ramadan atau lebaran. Pada tahun 1930-an, seorang penjual martabak di Taman Sriwedari menggunakan istilah “halal bihalal” untuk mempromosikan produknya, membuat tradisi halal bihalal menjadi populer di Solo.

“Halal bihalal menjadi lebih nasional ketika Presiden Soekarno mengadakan acara halal bihalal di Istana Negara pada tahun 1948, mengundang pemimpin politik untuk rekonsiliasi dan membentuk front bersatu. Hingga kini, tradisi halal bihalal dalam masyarakat Indonesia tetap terpelihara, dan bahkan telah menginspirasi dan diikuti oleh negara-negara berpenduduk muslim lainnya,” ujar Bamsoet.

Baca juga : Peta Jalan Untuk Keanggotaan OECD Akan Diterima Indonesia

Loading

Silahkan Telusuri

Direktur Tindak Pidana (Dirtipid) Narkoba Bareskrim Polri, Brigjen Mukti Juharsa

Pengungkapan Laboratorium Narkotika di Malang Dianggap Terbesar di Indonesia, Menurut Polisi

JAKARTA, IKNpost – Menurut Brigjen Mukti Juharsa, Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, pengungkapan lab …